FFI dan FPI
Lidah orang Indonesia terutama orang awam , kadang keseleo dan kacau mengucapkan hurup P,V, F. Hampir susah dibedakan. Fredi diucapkan Predi. Front diucapkan Pront, Volvo diucapkan Polpo bahkan ada yang mengucapkan Folfo. Saya juga sering keseleo dan ketukar mengucapkan kata FPI dan FFI. Alhamdulillah sekarang tidak keseleo lagi karena sering mengucapkan kata ini. Baik FFI (Festival Film Indonesia) atau FPI (Front Pembela Islam) memang tidak ada sangkut pautnya. Tetapi ada sedikit persamaan. FFI adalah ajang para pembuat film di Indonesia unjuk kebolehan untuk memperebutkan piala sebagai film terbaik. Bisa sebagai sutradara terbaik, peran terbaik, penulis skenario terbaik dll. Sedangkan FPI dibuat atas skenario sekelompok orang-orang tertentu. Bagai membuat skenario sebuah film, sekelompok orang tersebut berkepentingan membuat konflik antar umat Islam maka dibuatlah FPI dengan tujuan-tujuan tertentu yakni mencoreng moreng Islam, menampilkan Islam sebagai agama yang penuh konflik dan kekerasan dengan kedok Amar Ma'ruf nahi Munkar, menghapus imej Islam sebagai agama yang penuh damai.
Politik Seolah-seolah laksana sebuah Film
Saya sebut dengan istilah politik seolah-olah artinya seolah-olah benar, seolah-olah baik, seolah-olah berjuang seolah-olah membela Islam dsb. Saya tidak shuudzon terhadap para petinggi FPI dan anggota di bawahnya bahkan salut atas semangat mereka. Mereka berniat baik melakukan amar maruf nahi munkar di negara yang memang memerlukan hal tersebut. Yang sangat disayangkan semangat dan niat baik mereka difasilitasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang justru berniat menghancurkan Islam. Aktivitas amar maruf mereka tersalurkan. Apalagi bagi para pemuda yang semangatnya mudah terbakar. Mereka tidak sadar bahwa dirinya sedang digunakan sekelompok orang dengan cara yang sistematis dan sangat rapi. Jangankan anggota FPI bahkan petinggi FPI pun tidak sadar hal tersebut terjadi pada diri mereka.
Ini laksana sebuah film. Jika kita ingin nonton film selain judul dan posternya mana yang lebih kita ingin tahu ? bintang filmnya , sutradara , penulis skenario atau kameramen. Tentu bintang film yang memerankan tokoh dalam film tersebut. Tidak pernah kita membayangkan siapa sosok-sosok dibalik pembuatan film tersebut. Jarang terjadi orang batal nonton film karena sutradara atau kameramenya si A atau Si B yang penting film itu bagus. Bahkan sutradara dari sebuah film yang hebat kadang tidak terkenal sama sekali dibanding bintang filmnya. FPI pun demikian. Jarang yang tahu , siapa dibalik penulis skenario adanya FPI. Yang kita tahu adalah peran utamanya yakni Habib Rizik dan peran-peran pembantunya (anak buahnya) kemudian juga alur cerita alias sepak terjang mereka.
Jadi, jika kelompok-kelompok tertentu alias sutradara atau penulis skenario memerlukan cerita atau acara yang menyuguhkan konflik, gampang... tinggal buat skenario saja lalu Casting (pemilihan peran) dilakukan dengan menggunakan ormas-ormas Islam yang ada. Mana yang cocok. Setelah itulah jadilah acara yang seru seperti sebuah film. Menampilkan gambaran seperti yang diinginkan orang-orang di balik layar. Menguras tenaga dan pikiran. Tujuan membuat Imej Islam sebagai agama.yang penuh konflik tercapai. Citra Islam sebagai agama dawah yang rahmatan lil alamin tenggelam dalam serunya kerusuhan. Kalau sudah begini mana ada yang tertarik sama Islam. Hasilnya sudah terbukti di lapangan. Umat Islam dicap sebagai : Teroris, Organisasi sesat, atau biang keonaran.
FPI merupakan hasil skenario dan garapan sutradara terbaik jauh lebih baik dibanding penulis skenario yang merebut piala citra di FFI. Sampai-sampai kita tidak sadar bahwa kita sedang melihat sebuah pertunjukan.....
Semua hasil rekayasa musuh-musuh Islam. Itelejen terlibat dalam hal ini. Saya tidak mengatakan apakah Intelejen Asing atau Intelejen dalam negeri...Analisa sendiri.....
Maaf kalau saya so tahu.......Bisa salah atau benar......
Lidah orang Indonesia terutama orang awam , kadang keseleo dan kacau mengucapkan hurup P,V, F. Hampir susah dibedakan. Fredi diucapkan Predi. Front diucapkan Pront, Volvo diucapkan Polpo bahkan ada yang mengucapkan Folfo. Saya juga sering keseleo dan ketukar mengucapkan kata FPI dan FFI. Alhamdulillah sekarang tidak keseleo lagi karena sering mengucapkan kata ini. Baik FFI (Festival Film Indonesia) atau FPI (Front Pembela Islam) memang tidak ada sangkut pautnya. Tetapi ada sedikit persamaan. FFI adalah ajang para pembuat film di Indonesia unjuk kebolehan untuk memperebutkan piala sebagai film terbaik. Bisa sebagai sutradara terbaik, peran terbaik, penulis skenario terbaik dll. Sedangkan FPI dibuat atas skenario sekelompok orang-orang tertentu. Bagai membuat skenario sebuah film, sekelompok orang tersebut berkepentingan membuat konflik antar umat Islam maka dibuatlah FPI dengan tujuan-tujuan tertentu yakni mencoreng moreng Islam, menampilkan Islam sebagai agama yang penuh konflik dan kekerasan dengan kedok Amar Ma'ruf nahi Munkar, menghapus imej Islam sebagai agama yang penuh damai.
Politik Seolah-seolah laksana sebuah Film
Saya sebut dengan istilah politik seolah-olah artinya seolah-olah benar, seolah-olah baik, seolah-olah berjuang seolah-olah membela Islam dsb. Saya tidak shuudzon terhadap para petinggi FPI dan anggota di bawahnya bahkan salut atas semangat mereka. Mereka berniat baik melakukan amar maruf nahi munkar di negara yang memang memerlukan hal tersebut. Yang sangat disayangkan semangat dan niat baik mereka difasilitasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang justru berniat menghancurkan Islam. Aktivitas amar maruf mereka tersalurkan. Apalagi bagi para pemuda yang semangatnya mudah terbakar. Mereka tidak sadar bahwa dirinya sedang digunakan sekelompok orang dengan cara yang sistematis dan sangat rapi. Jangankan anggota FPI bahkan petinggi FPI pun tidak sadar hal tersebut terjadi pada diri mereka.
Ini laksana sebuah film. Jika kita ingin nonton film selain judul dan posternya mana yang lebih kita ingin tahu ? bintang filmnya , sutradara , penulis skenario atau kameramen. Tentu bintang film yang memerankan tokoh dalam film tersebut. Tidak pernah kita membayangkan siapa sosok-sosok dibalik pembuatan film tersebut. Jarang terjadi orang batal nonton film karena sutradara atau kameramenya si A atau Si B yang penting film itu bagus. Bahkan sutradara dari sebuah film yang hebat kadang tidak terkenal sama sekali dibanding bintang filmnya. FPI pun demikian. Jarang yang tahu , siapa dibalik penulis skenario adanya FPI. Yang kita tahu adalah peran utamanya yakni Habib Rizik dan peran-peran pembantunya (anak buahnya) kemudian juga alur cerita alias sepak terjang mereka.
Jadi, jika kelompok-kelompok tertentu alias sutradara atau penulis skenario memerlukan cerita atau acara yang menyuguhkan konflik, gampang... tinggal buat skenario saja lalu Casting (pemilihan peran) dilakukan dengan menggunakan ormas-ormas Islam yang ada. Mana yang cocok. Setelah itulah jadilah acara yang seru seperti sebuah film. Menampilkan gambaran seperti yang diinginkan orang-orang di balik layar. Menguras tenaga dan pikiran. Tujuan membuat Imej Islam sebagai agama.yang penuh konflik tercapai. Citra Islam sebagai agama dawah yang rahmatan lil alamin tenggelam dalam serunya kerusuhan. Kalau sudah begini mana ada yang tertarik sama Islam. Hasilnya sudah terbukti di lapangan. Umat Islam dicap sebagai : Teroris, Organisasi sesat, atau biang keonaran.
FPI merupakan hasil skenario dan garapan sutradara terbaik jauh lebih baik dibanding penulis skenario yang merebut piala citra di FFI. Sampai-sampai kita tidak sadar bahwa kita sedang melihat sebuah pertunjukan.....
Semua hasil rekayasa musuh-musuh Islam. Itelejen terlibat dalam hal ini. Saya tidak mengatakan apakah Intelejen Asing atau Intelejen dalam negeri...Analisa sendiri.....
Maaf kalau saya so tahu.......Bisa salah atau benar......
No comments:
Post a Comment