Bagaimanapun kerasnya MUI dan sebagian ormas Islam menekan pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. Tidak mudah begitu saja pemerintah membubarkan organisasi ini Mungkin saja secara pribadi baik presiden , wakil dan para pejabat pemerintah mengakui kesesatan ajaran ini. Saya sendiri secara pribadi mengakui kesesatan Ahmadiyah. Tetapi karena kapasitasnya sebagai kepala Negara dari sebuah Negara Demokrasi. Negara tentu harus memandang segala persoalan dengan kacamata demokrasi tidak dengan kacamata keyakinan pribadi kepala negara. So tiap keyakinan di negara ini baik sesat maupun tidak sesat berhak hidup selama tidak melanggar Hukum Negara.
Beda lagi persoalannya bila kepala negara seorang yang mempunyai keyakinan yang kuat bahwa Ahmadiyah betul-betul sesat dan harus dibubarkan sebagai refleksi dari perjuangannya menegakan din yang lurus. Berbagai kritikan dari orang-orang demokrat, liberal , pengusung HAM dan lain-lain tidak akan digubris oleh kepala negara ini karena beliau lebih takut pada Allah SWT dan yakin keputusanya keputusan yang benar di mata Allah. Jadi selama kepala negara (pejabat yang berwenang membubarkan) menganggap hukum negara lebih tinggi ketimbang aqidahnya maka selama itu pula tidak akan mudah membubarkan organisasi sesat.
Sebagai seorang kepala pemerintahan yang berstatus muslim tentu punya kewajiban berdawah menyelamatkan aqidah rakyat yang dipimpinnya. Bahkan berusaha mengajak kembali organisasi-organisasi itu ke jalan yang benar menurut Alquran dan Sunnah. Namun jangan harap umat Islam punya pemimpin seperti ini karena negara kita negara demokrasi yang bukan memutuskan perkara dengan hukum Allah tetap dengan hukum manusia.
MUI meski dianggap sebagai representasi umat Islam di Indonesia namun tidak serta merta fatwanya dijadikan sandaran. Tiap ormas bahkan pribadi bisa saja punya tafsiran masing-masing tentang suatu masalah. Apalagi di jaman yang semakin liberal di mana tiap orang bebas melakukan tafsiran. Bisa kacau yah. Kalau banyak yang pandai tetapi tidak bijak. Menurut saya perbedaan boleh-boleh saja terjadi di sekitar Fiqih akan tetapi untuk masalah Aqidah tidak mungkin bisa diubah-ubah. Persoalan Ahmadiyah bukan terletak pada shalat, zakat, puasa dan ibadah-ibadah ritual lainnya yang relatif sama dengan umat Islam lain, akan tetapi sudah masuk ke dalam wilayah Aqidah. Jika berbeda maka berbeda pula agamanya.
Membubarkan organisasi bisa saja dilakukan. Ini tidak sama dengan membubarkan keyakinan. Keyakinan jelas tidak bisa dibubarkan meski dipaksa-paksa. Kasusnya sama dengan PKI. Meski organisasi ini dibubarkan tetapi masih banyak orang yang yakin terhadap ajaran komunis.
Dibubarkan, meski menyakitkan menurutku lebih bijak ketimbang dibiarkan yang justru akan membuat orang-orang yang berada di organisasi ini menerima perlakuan buruk dari orang-orang yang kontra. Kalau tidak dibubarkan maka pembakaran mesjid, kantor dan pengrusakan terhadap harta milik mereka akan selalu terjadi. Lho kan ada aparat hukum yang melindungi mereka. Ada sih ada, cuma bukankah orang yang kontra terhadap Ahmadiyah juga melakukan tindakan tersebut atas dasar keyakinan. " Untuk apa taat pada aparat hukum kan kita dalam rangka membela agama " begitulah kira-kira alasanya. Orang-orang Ahmadiyah menerima kenyataan pahit digelandang, diteror dll sebagai bentuk perjuangan mereka juga yang konon diyakini seperti yang dialami para Nabi dalam membela agama. Hmm........
So, Jika suatu saat Ahmadiyah dibubarkan., bukankah ini juga suatu kenyataan pahit yang harus diterima dengan sabar. Mengapa mesti resah ? Katanya sesuai sunah. Para petinggi Ahmadiyah harusnya legowo kalau memang kasihan pada umat di bawahnya. He..he......Apa kurang pede berjuang tanpa organisasi resmi. Katanya kebenaran mengapa mesti takut. Katanya juga Jamaah mereka jamaah yang diridhoi Allah yang akan dimenangkan jadi No problem bukan ?
No comments:
Post a Comment