Waktu kecil, kalau tidak salah saat duduk di kelas 4 SD, saya pernah dengar obrolan antar orang- orang tua di kampung. Obrolan terjadi di sebuah gubuk ditengah sawah..Sambil menikmati makanan dan melepas lelah mereka asyik ngobrol tentang segala hal dari mulai pengalaman berjuang melawan Belanda, memori saat pacaran sampai akhirnya tentang agama. Obrolan mereka bagi saya sangat menarik kadang lucu kadang ada cerita sedih.
Obrolan kemudian menjurus ke masalah agama. Obrolan paling seru karena tiap orang punya pandangan masing-masing .Ya, namanya juga obrolan pelepas lelah. Bicarapun sekenanya,asal bunyi Obrolan bermula dari kekecewaan seorang petani yang kesal karena kambingnya dicuri orang.
“ Mun panggih diteukteuk ku aing tah leungeuna (bhs Sunda artinya : kalau ketemu saya potong tuh tangannya),” katanya berapi-api. Dan yang lainpun mengiyakan. Wajar, karena kejadian tersebut sudah sering kali terjadi.
“ Saya sih setuju kalau hukum di kita seperti hukum di Arab. Pencuri dipotong tangannya, pembunuh di hukum mati. Mungkin kita aman ya..”
“ Ya aman.Tapi kita kan tidak bisa seperti itu. Kitakan Indonesia, beda dengan di sana . negara kita bukan Negara Agama. Di negara kita banyak agama lain selain Islam.”
“ Agama itu artinya Ageman atau pegangan. Jadi agama mah sama saja. Mau Islam, Kristen, Hindu dan lain –lain.Tujuannya sih sama Ke Gusti Allah, Gusti Allah juga. Ibarat banyak sungai yang berasal dari mata air yang sama kemudian berkumpul di laut. Begitu….” Kata Seorang kakek berfilsafat kemudian menghirup lintingan klobotnya. “ Yang penting mah kelakuan kita harus baik, bersih hati, kepada orang lain tidak boleh menyakiti, hidup harus eling, sadar ka Pangeran.”
Saya tidak tahu persis siapa yang terlibat obrolan-obrolan itu selanjutnya. Saat itu saya hanya mendegar sambil tiduran di ranjang bambu.
“Betul juga, percuma saja kita shalat, naik haji dan lain-lain Kalau pelit dengan tetangga dan tidak akur.”
“ Hidup jangan terlalu fanatik. Coba sekarang pikir ! bagaimana kalau istri-istri kita berjilbab seperti orang-orang Arab Gimana kalau kerja di sawah…haa haa.. haaa…” kata seorang Bapak lain disambut riuh tawa yang lain.
“ Meraka mah sudah pada kaya shalat tenang, tidak diuber-uber waktu , naik haji gampang karena banyak duit,Tidak seperti kita. Kita sih belum waktunya seperti itu. Pangeran Maha Adil, Masa tidak shalat saja masuk neraka Sepanjang kita berbuat baik. Insya Allah selamat hidup ”
“ Kita tidak tahu seperti apa neraka atau sorga itu. Yang rajin ke Mesjid dan lain-lain juga, belum tentu masuk sorga. Lagi pula jangan terlalu usil ke orang. Banyak kan yang Ceramah tapi isinya menyinggung orang lain. Apa itu tidak dosa ? Yang penting diri kita saja dulu.“
Sekarang, beberapa puluh tahun setelah dengar obrolan tersebut, muncul fenomena JIL (Jaringan Islam Liberal). Setelah saya baca buku-bukunya kok isinya persis seperti pandangan Islam masyarakat kita kebanyakan (awam) dalam obrolan di atas. Bukankah tema yang diusungnya adalah :
Menyamakan berbagai agama atau istilah kerennya Pluralisme.
Penolakan terhadap berlakunya Hukum Islam (Syariat) secara Formal dalam sebuah Institusi (Negara) dengan alasan banyak agama selain Islam.
Berpendapat bahwa Hukum Islam hanya cocok di Arab, hukum usang dan tidak mengikuti perkembangan jaman. Lalu dikatakan pula jilbab sebagai budaya Arab, bukan syariat Islam.
Ajaran Islam hanya sebatas ajaran-ajaran atau agama untuk kepentingan spiritual atau moral.Seperti obrolan diatas : yang penting hati bersih, baik pada manusia, eling. Bedanya dengan JIL , JIL menggunakan kata-kata yang berbau ilmiah, enak didengar dalam diskusi, seminar atau untuk buat skripsi. Apalagi keberadaannya didukung oleh kalangan akademis/ intelektual. Kalu isinya sih sama saja.
Dari uraian di atas dan dari hasil pengamatan saya hidup di tengah masyarakat, ternyata kebanyakan masyarakat kita adalah penganut paham-paham yang dibawa orang JIL sebelum JIL ada . Padahal secara fitrah sebenarnya mengakui kebenaran Islam spt kasus petani tadi yang kesal karena kambingnya dicuri orang. Kita semua menginginkan keadilan dalam hukum. Dan itu hanya ada dalam Islam.Menurut saya , JIL tidak usah “berdawah” mati-matian untuk menebarkan pemahamanya. Masyarakat kita memang sudah seperti itu. Kalau masyarakat Islam kita sebagian besar Islam Ideologis, secara logika tidak akan negara kita berbentuk seperti ini. Meski demikian he..he.. jangan coba mengajak si kakek , orang tua saya dan teman-temannya diajak diskusi atau membaca artikel-artikel orang- orang JIL. Pasti mereka bingung. Mereka kan ngobrol untuk melepas lelah, asal bunyi saja dan tanpa landasan ilmiah.
Keberadaan JIL, katanya untuk mengkonter kelompok-kelompok fundamental, Radikal, Islam Ideologis, Islam Kanan, Islam Struktural atau apa kek ( hayoo….barangkali mau nyumbang istilah lagi ?). Dan katanya lagi, keberadaan kelompok-kelompok itu bak jamur di musim hujan setelah era reformasi bergulir. Kelompok-kelompok tersebut dianggap berbahaya bagi demokrasi, HAM ,Nasionalisme. Hmmmmm….. Yang bikin JIL ped, pengikut mereka juga berasal dari kalangan-kalangan intelektual. Yang bahasa Inggrisnya lumayan. Banyak juga dari lulusan Universitas-Universitas Islam ternama baik di dalam maupun luar negeri. Menurutku apa bedanya pemahaman profesor-profesor, mahasiswa-mahasiswa itu dengan si kakek dan tetangga-tetenggaku di kampung yang lulusan SR (SD jaman dulu) bahkan ada yang tidak lulus. Hee..hee…lalu ngapain jauh-jauh kuliah ke Amrik atau timteng kalau sekedar untuk membela pemikiran yang kacau (menurut saya). Mereka menyebutnya pencerahan. Entah pencerahan bagi siapa.Mungkin bagi mereka. Karena dengan pemikiran mereka, nama mereka mentereng di seminar-seminar, koran-koran dan buku-buku ilmiah. Dan tentunya masa depan mereka juga cerah selain karena gelar bertumpuk (prof,DR,Msc,Mph dll)juga karena dapet proyek dan sokongan dari negara-negara donatur.
Pemahaman Islam sebagian besar masyarakat kita sekarang tidak lepas dari peran penjajah Belanda. Dalam pelajaran sejarah kita mengenal Snouck Hourgrounye seorang Intelektual yang pura-pura masuk Islam. Di negeri Belanda dia disebut pahlawan karena berhasil memadamkan perlawanan rakyat Aceh lewat ajaran-ajarannya. Bukan hanya di Aceh, seluruh nusantara terpengaruh juga ajaran-ajarannya. Juga ada Van der Plast. Kalau saya baca ajaran-ajaran mereka, persis seperti ajaran-ajaran JIL. JIL yang dibiayai barat bisa pula dianggap sebagai pahlawan bagi barat karena berperan melawan pemikiran-pemikiran kaum yang mereka sebut fundamental. Sedangkan kaum fundamental dianggap sebagai duri dalam daging dalam perkembangan demokrasi dan HAM ala mereka.
Kalau menurut saya JIL adalah reinkarnasi dari Sonuck Hourgrounye, Van der Plast dan tokoh sejenisnya. Bukankah mereka juga ilmu agamanya tinggi, shalat lima waktu, pandai berdebat dan berdiskusi. Namun semuanya sebagai kamuflase dan digunakan untuk memadamkan perjuangan Islam.
Obrolan kemudian menjurus ke masalah agama. Obrolan paling seru karena tiap orang punya pandangan masing-masing .Ya, namanya juga obrolan pelepas lelah. Bicarapun sekenanya,asal bunyi Obrolan bermula dari kekecewaan seorang petani yang kesal karena kambingnya dicuri orang.
“ Mun panggih diteukteuk ku aing tah leungeuna (bhs Sunda artinya : kalau ketemu saya potong tuh tangannya),” katanya berapi-api. Dan yang lainpun mengiyakan. Wajar, karena kejadian tersebut sudah sering kali terjadi.
“ Saya sih setuju kalau hukum di kita seperti hukum di Arab. Pencuri dipotong tangannya, pembunuh di hukum mati. Mungkin kita aman ya..”
“ Ya aman.Tapi kita kan tidak bisa seperti itu. Kitakan Indonesia, beda dengan di sana . negara kita bukan Negara Agama. Di negara kita banyak agama lain selain Islam.”
“ Agama itu artinya Ageman atau pegangan. Jadi agama mah sama saja. Mau Islam, Kristen, Hindu dan lain –lain.Tujuannya sih sama Ke Gusti Allah, Gusti Allah juga. Ibarat banyak sungai yang berasal dari mata air yang sama kemudian berkumpul di laut. Begitu….” Kata Seorang kakek berfilsafat kemudian menghirup lintingan klobotnya. “ Yang penting mah kelakuan kita harus baik, bersih hati, kepada orang lain tidak boleh menyakiti, hidup harus eling, sadar ka Pangeran.”
Saya tidak tahu persis siapa yang terlibat obrolan-obrolan itu selanjutnya. Saat itu saya hanya mendegar sambil tiduran di ranjang bambu.
“Betul juga, percuma saja kita shalat, naik haji dan lain-lain Kalau pelit dengan tetangga dan tidak akur.”
“ Hidup jangan terlalu fanatik. Coba sekarang pikir ! bagaimana kalau istri-istri kita berjilbab seperti orang-orang Arab Gimana kalau kerja di sawah…haa haa.. haaa…” kata seorang Bapak lain disambut riuh tawa yang lain.
“ Meraka mah sudah pada kaya shalat tenang, tidak diuber-uber waktu , naik haji gampang karena banyak duit,Tidak seperti kita. Kita sih belum waktunya seperti itu. Pangeran Maha Adil, Masa tidak shalat saja masuk neraka Sepanjang kita berbuat baik. Insya Allah selamat hidup ”
“ Kita tidak tahu seperti apa neraka atau sorga itu. Yang rajin ke Mesjid dan lain-lain juga, belum tentu masuk sorga. Lagi pula jangan terlalu usil ke orang. Banyak kan yang Ceramah tapi isinya menyinggung orang lain. Apa itu tidak dosa ? Yang penting diri kita saja dulu.“
Sekarang, beberapa puluh tahun setelah dengar obrolan tersebut, muncul fenomena JIL (Jaringan Islam Liberal). Setelah saya baca buku-bukunya kok isinya persis seperti pandangan Islam masyarakat kita kebanyakan (awam) dalam obrolan di atas. Bukankah tema yang diusungnya adalah :
Menyamakan berbagai agama atau istilah kerennya Pluralisme.
Penolakan terhadap berlakunya Hukum Islam (Syariat) secara Formal dalam sebuah Institusi (Negara) dengan alasan banyak agama selain Islam.
Berpendapat bahwa Hukum Islam hanya cocok di Arab, hukum usang dan tidak mengikuti perkembangan jaman. Lalu dikatakan pula jilbab sebagai budaya Arab, bukan syariat Islam.
Ajaran Islam hanya sebatas ajaran-ajaran atau agama untuk kepentingan spiritual atau moral.Seperti obrolan diatas : yang penting hati bersih, baik pada manusia, eling. Bedanya dengan JIL , JIL menggunakan kata-kata yang berbau ilmiah, enak didengar dalam diskusi, seminar atau untuk buat skripsi. Apalagi keberadaannya didukung oleh kalangan akademis/ intelektual. Kalu isinya sih sama saja.
Dari uraian di atas dan dari hasil pengamatan saya hidup di tengah masyarakat, ternyata kebanyakan masyarakat kita adalah penganut paham-paham yang dibawa orang JIL sebelum JIL ada . Padahal secara fitrah sebenarnya mengakui kebenaran Islam spt kasus petani tadi yang kesal karena kambingnya dicuri orang. Kita semua menginginkan keadilan dalam hukum. Dan itu hanya ada dalam Islam.Menurut saya , JIL tidak usah “berdawah” mati-matian untuk menebarkan pemahamanya. Masyarakat kita memang sudah seperti itu. Kalau masyarakat Islam kita sebagian besar Islam Ideologis, secara logika tidak akan negara kita berbentuk seperti ini. Meski demikian he..he.. jangan coba mengajak si kakek , orang tua saya dan teman-temannya diajak diskusi atau membaca artikel-artikel orang- orang JIL. Pasti mereka bingung. Mereka kan ngobrol untuk melepas lelah, asal bunyi saja dan tanpa landasan ilmiah.
Keberadaan JIL, katanya untuk mengkonter kelompok-kelompok fundamental, Radikal, Islam Ideologis, Islam Kanan, Islam Struktural atau apa kek ( hayoo….barangkali mau nyumbang istilah lagi ?). Dan katanya lagi, keberadaan kelompok-kelompok itu bak jamur di musim hujan setelah era reformasi bergulir. Kelompok-kelompok tersebut dianggap berbahaya bagi demokrasi, HAM ,Nasionalisme. Hmmmmm….. Yang bikin JIL ped, pengikut mereka juga berasal dari kalangan-kalangan intelektual. Yang bahasa Inggrisnya lumayan. Banyak juga dari lulusan Universitas-Universitas Islam ternama baik di dalam maupun luar negeri. Menurutku apa bedanya pemahaman profesor-profesor, mahasiswa-mahasiswa itu dengan si kakek dan tetangga-tetenggaku di kampung yang lulusan SR (SD jaman dulu) bahkan ada yang tidak lulus. Hee..hee…lalu ngapain jauh-jauh kuliah ke Amrik atau timteng kalau sekedar untuk membela pemikiran yang kacau (menurut saya). Mereka menyebutnya pencerahan. Entah pencerahan bagi siapa.Mungkin bagi mereka. Karena dengan pemikiran mereka, nama mereka mentereng di seminar-seminar, koran-koran dan buku-buku ilmiah. Dan tentunya masa depan mereka juga cerah selain karena gelar bertumpuk (prof,DR,Msc,Mph dll)juga karena dapet proyek dan sokongan dari negara-negara donatur.
Pemahaman Islam sebagian besar masyarakat kita sekarang tidak lepas dari peran penjajah Belanda. Dalam pelajaran sejarah kita mengenal Snouck Hourgrounye seorang Intelektual yang pura-pura masuk Islam. Di negeri Belanda dia disebut pahlawan karena berhasil memadamkan perlawanan rakyat Aceh lewat ajaran-ajarannya. Bukan hanya di Aceh, seluruh nusantara terpengaruh juga ajaran-ajarannya. Juga ada Van der Plast. Kalau saya baca ajaran-ajaran mereka, persis seperti ajaran-ajaran JIL. JIL yang dibiayai barat bisa pula dianggap sebagai pahlawan bagi barat karena berperan melawan pemikiran-pemikiran kaum yang mereka sebut fundamental. Sedangkan kaum fundamental dianggap sebagai duri dalam daging dalam perkembangan demokrasi dan HAM ala mereka.
Kalau menurut saya JIL adalah reinkarnasi dari Sonuck Hourgrounye, Van der Plast dan tokoh sejenisnya. Bukankah mereka juga ilmu agamanya tinggi, shalat lima waktu, pandai berdebat dan berdiskusi. Namun semuanya sebagai kamuflase dan digunakan untuk memadamkan perjuangan Islam.
No comments:
Post a Comment